Menara Jakarta merupakan proyek prestisius yang akan dibangun di Ibukota DKI Jakarta. Sekalipun pembangunannya terkatung-katung, namun proyek tersebut diyakini bakal terus dilanjutkan oleh developer.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, beberapa waktu lalu menyatakan, pembangunan Menara Jakarta sudah ada progress. Alasannya, developer sudah membangun pondasinya untuk menara setinggi 558 meter tersebut. Selain itu, kata Foke, panggilan pria berkumis ini, pengembang juga sudah menyatakan minatnya untuk terus melanjutkan proyek tersebut sampai selesai.
Foke menganggap pembangunan Menara Jakarta dirasa sangat perlu bagi kota Jakarta. Salah satunya untuk mengatasi permasalahan-permasalan terkait masalah gangguan menara pemancar televisi yang saat ini ada.
Ia juga berharap menara tersebut bisa disejajarkan dengan menara di kota-kota besar di negara lain, seperti Seoul, Shanghai, Kuala Lumpur dan Toronto.
Harapan yang sama juga dikatakan anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Muhammad Sanusi. Menurutnya, pembangunan Menara Jakarta sangat diperlukan. Sebab selain bisa meningkatkan imej Kota Jakarta, menara tersebut juga bisa menyerap tenaga kerja yang banyak.
"Menara tersebut akan berdampak positif bagi masyarakat Jakarta. Tapi memang untuk Pemprov DKI Jakarta pemasukannya tidak sebarapa. Karena areal yang ada di Kemayoran merupakan wilayah Setneg yang dikelola Badan Pelaksana Pengendalian Pembangunan Komplek Kemayoran (BP3KK)," jelas Sanusi .
Dalam proyek Menara Jakarta, memang peran Pemprov DKI Jakarta hanya sebatas mengeluarkan perizinan bangunan. Sementara untuk pembangunan dan pengelolaan sepenuhnya ditangani swasta. Adapun BP3KK hanya mendapat jatah 10 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Minimnya pendapatan DKI Jakarta dalam proyek tersebut mendapat sorotan dari Ketua Forum Warga Jakarta (Fakta) Azas Tigor Naenggolan. Kata Tigor, seharusnya Pemprov DKI Jakarta bisa mendapatkan profit dari proyek tersebut, bukan sekadar pembuat regulasi. Pasalnya, bagaimanapun menara itu berada di dalam wilayah Jakarta.
"Kalau yang kebagian hanya Setneg tidak fair. Itu sama saja negara di dalam negara. sebab secara wilayah, Kemayoran sekalipun berada di tangan Setneg, merupakan di dalam wilayah Jakarta. Jadi Pemprov harus terlibat secara aktif dalam setiap proyek di kawasan tersebut," ujar Tigor.
Selain itu, Tigor juga mengaku kurang sepakat jika menara tersebut dianggap punya manfaat besar bagi warga Jakarta. Sebab, tambah Tigor, pembangunan menara itu tidak terkait langsung dengan masyarakat.
"Saya pikir, akan lebih baik jika investasi triliunan rupiah untuk bangun menara digunakan untuk pembangunan ekonomi yang bermanfaat langsung kepada masyarakat," cetusnya.
Tigor juga menilai, pembangunan Menara Jakarta lebih cenderung mengejar nilai prestisius, bukan untuk peningkatan pembangunan. Sebab gagasan tersebut mulai tercetus pada masa orde baru. Saat itu Soeharto berkeinginan membuat menara yang tersohor seperti Petronas di Malaysia.
Namun niat tersebut tidak kesampaian karena krisis ekonomi dan Soeharto sendiri keburu lengser. Nah, di era reformasi niat tersebut direalisasikan kembali oleh konglomerat yang sama, yakni Prajogo Pangestu dan Henri Pribadi.
Namun proyek tersebut tetap saja terlunta-lunta. Alhasil baru tahun depan proyek ini akan kembali berjalan secara bertahap dan akan rampung pada 2012.
Sumber : detik.com
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, beberapa waktu lalu menyatakan, pembangunan Menara Jakarta sudah ada progress. Alasannya, developer sudah membangun pondasinya untuk menara setinggi 558 meter tersebut. Selain itu, kata Foke, panggilan pria berkumis ini, pengembang juga sudah menyatakan minatnya untuk terus melanjutkan proyek tersebut sampai selesai.
Foke menganggap pembangunan Menara Jakarta dirasa sangat perlu bagi kota Jakarta. Salah satunya untuk mengatasi permasalahan-permasalan terkait masalah gangguan menara pemancar televisi yang saat ini ada.
Ia juga berharap menara tersebut bisa disejajarkan dengan menara di kota-kota besar di negara lain, seperti Seoul, Shanghai, Kuala Lumpur dan Toronto.
Harapan yang sama juga dikatakan anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Muhammad Sanusi. Menurutnya, pembangunan Menara Jakarta sangat diperlukan. Sebab selain bisa meningkatkan imej Kota Jakarta, menara tersebut juga bisa menyerap tenaga kerja yang banyak.
"Menara tersebut akan berdampak positif bagi masyarakat Jakarta. Tapi memang untuk Pemprov DKI Jakarta pemasukannya tidak sebarapa. Karena areal yang ada di Kemayoran merupakan wilayah Setneg yang dikelola Badan Pelaksana Pengendalian Pembangunan Komplek Kemayoran (BP3KK)," jelas Sanusi .
Dalam proyek Menara Jakarta, memang peran Pemprov DKI Jakarta hanya sebatas mengeluarkan perizinan bangunan. Sementara untuk pembangunan dan pengelolaan sepenuhnya ditangani swasta. Adapun BP3KK hanya mendapat jatah 10 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Minimnya pendapatan DKI Jakarta dalam proyek tersebut mendapat sorotan dari Ketua Forum Warga Jakarta (Fakta) Azas Tigor Naenggolan. Kata Tigor, seharusnya Pemprov DKI Jakarta bisa mendapatkan profit dari proyek tersebut, bukan sekadar pembuat regulasi. Pasalnya, bagaimanapun menara itu berada di dalam wilayah Jakarta.
"Kalau yang kebagian hanya Setneg tidak fair. Itu sama saja negara di dalam negara. sebab secara wilayah, Kemayoran sekalipun berada di tangan Setneg, merupakan di dalam wilayah Jakarta. Jadi Pemprov harus terlibat secara aktif dalam setiap proyek di kawasan tersebut," ujar Tigor.
Selain itu, Tigor juga mengaku kurang sepakat jika menara tersebut dianggap punya manfaat besar bagi warga Jakarta. Sebab, tambah Tigor, pembangunan menara itu tidak terkait langsung dengan masyarakat.
"Saya pikir, akan lebih baik jika investasi triliunan rupiah untuk bangun menara digunakan untuk pembangunan ekonomi yang bermanfaat langsung kepada masyarakat," cetusnya.
Tigor juga menilai, pembangunan Menara Jakarta lebih cenderung mengejar nilai prestisius, bukan untuk peningkatan pembangunan. Sebab gagasan tersebut mulai tercetus pada masa orde baru. Saat itu Soeharto berkeinginan membuat menara yang tersohor seperti Petronas di Malaysia.
Namun niat tersebut tidak kesampaian karena krisis ekonomi dan Soeharto sendiri keburu lengser. Nah, di era reformasi niat tersebut direalisasikan kembali oleh konglomerat yang sama, yakni Prajogo Pangestu dan Henri Pribadi.
Namun proyek tersebut tetap saja terlunta-lunta. Alhasil baru tahun depan proyek ini akan kembali berjalan secara bertahap dan akan rampung pada 2012.
Sumber : detik.com
0 komentar:
Posting Komentar